Home » » Ada Seni Di Balik Mainan Urban

Ada Seni Di Balik Mainan Urban

URBAN toys bukan sekadar mainan biasa. Ia dibuat oleh seorang desainer, diproduksi terbatas, dan diburu desainer lainnya. Tak heran banyak yang menyebut urban toys sebagai mainan orang dewasa.

Pernah melihat mainan serupa boneka kecil bernama Qee? Kalau belum jelas, lihatlah simbol boneka yang ada di perusahaan-perusahaan besar seperti Adidas, Starbucks, atau Nokia. Nah, mainan itulah yang disebut Qee, sebuah urban toys, atau sering juga disebut designer toys yang dibuat oleh Toy2R, perusahaan mainan asal Hong Kong.

Saat diproduksi pada 2001, Qee begitu populer hingga wujudnya banyak diminati perusahaan besar. Maka jadilah Qee sebagai ikon banyak perusahaan. Bedanya, perusahaan memiliki Qee yang bentuk kepalanya berbeda-beda. Jika Qee Starbuck berkepala gelas, maka Qee Adidas berkepala serupa beruang dengan simbol Adidas di wajahnya.

Desain yang unik memang menjadi ciri khas urban toys. Kata urban toys atau designer toys sendiri mengacu pada mainan yang dibuat oleh seorang desainer atau artist. Umumnya mainan itu diproduksi terbatas (limited edition), hanya dicetak 50 sampai 2000 buah per model. Mengapa dibuat terbatas? Karena itu juga yang jadi inti urban toys. Jenis mainan yang berawal di Hong Kong pada 1997 ini memang sengaja dibuat oleh para desainer sebagai bentuk perlawanan dari mainan yang mainstream.

Dimulai oleh desainer Michael Lau yang mendandani boneka GIJoe dengan gaya street fashion ala penyanyi hip-hop. Gaya ini lantas ditiru banyak desainer Jepang, Eropa, sampai Amerika Serikat. Sejak itu, mulailah para desainer berlomba-lomba membuat mainan sesuai kreativitas mereka tanpa harus jengah dibatasi atau tanpa campur tangan industri mainan. Jadi, jangan heran jika setiap desain urban toys menggambarkan keliaran imajinasi desainernya.

Contoh dari imajinasi liar tersebut bisa dilihat pada Smorkin’Labbit, karya populer dari Frank Kozik, desainer pelopor urban toys asal Amerika Serikat. Nama Smorkin’ Labbit sebenarnya adalah pelesetan dari kata ”Smoking Rabbit” alias “kelinci yang merokok”.

Sesuai namanya, desain karya Kozik ini menggambarkan seekor kelinci lucu berbadan bulat yang sedang merokok. Keliaran Kozik jelas, ia ingin memadukan sesuatu yang tampak lucu dan tak berdosa lewat simbol kelinci, dengan sesuatu yang berhubungan dengan dunia orang dewasa lewat sebatang rokok yang terselip di bibir si kelinci.

Keliaran imajinasi serta konsep dan bentuk yang unik inilah yang menjadi candu bagi para penggemar urban toys. Mereka bisa saja mengoleksi Smorkin’Labbit lebih dari satu tetapi berbeda warna atau desain. Hal ini memang memungkinkan karena tiap produk yang dicetak terbatas itu sering kali muncul lagi dengan desain yang sama tetapi dengan warna yang berbeda. Atau bisa juga desain yang sedikit berbeda dengan desain yang pernah keluar sebelumnya.

”Kalau punya banyak dengan warna yang berbeda atau desain yang diperbaharui rasanya puas banget. Ada rasa bangga memilikinya karena produksinya kan terbatas,” ujar Rizal Renaldi, 26, art director di sebuah perusahaan periklanan, yang mengaku sejak dua tahun lalu menggandrungi urban toys.

Menurut Rizal, kepopuleran urban toys memang masih kalah jauh dari action figure, tapi itu karena urban toys memang memiliki pencinta yang terbatas. Menurut dia, kebanyakan pencinta urban toys adalah para desainer atau mereka yang mengerti seni.

“Kenapa mainan ini disukai orang dewasa karena memang bentuknya yang bebas, tak terikat aturan apa pun, artinya benar-benar ekspresi bebas dari desainernya. Selain itu, harganya juga mahal. Makanya, bisa dibilang urban toys adalah karya seni yang berbentuk mainan,” ujar pria yang pernah kuliah di jurusan visual communication design ini.

Karya seni berbentuk mainan dengan konsep perlawanan juga bisa dilihat pada karya desainer Bina yang melahirkan figur Fuman. Bina membuat mainan sesosok pria dengan mata kanan yang memerah dan jari tengah yang teracung sebagai bentuk kekesalan. Menurut Bina yang sempat ditemui di salah satu kesempatan, sosok Fuman adalah bentuk protes dan kekesalannya pada pemerintah yang tak pandai mengelola negara.

“Ada seni di balik urban toys. Walau saya lebih suka menyebutnya sebagai mainan, tapi memang ada statement seni di dalamnya. Misalnya urban toys biasanya di-launching di galeri yang artinya digolongkan ke dalam karya seni. Kemudian si pembelinya juga bisa ikut melukis di mainan itu. Itu kan bisa menjadi statement art bagi pemiliknya,” tambah Achmad Marin, 33, desainer Jouwe, urban toys berwujud badak bercula satu.

Melukis? Ya. Di samping wujud ekspresi desainernya, urban toys juga bisa menjadi bagian dari ekspresi pembeli urban toys. Soalnya, urban toys diproduksi dengan dua gaya. Pertama, urban toys yang disebut full character atau unique toys. Ini adalah mainan yang sudah lengkap dengan atribut, seperti pakaian dan aksesori lainnya. Yang kedua, yaitu blank character atau DIY (Do It Yourself), yakni mainan atau figur yang dijual dalam bentuk hitam putih. Mainan ini baru memiliki karakter setelah diwarnai pembelinya.

“Ibaratnya kita bisa melukis di benda 3D. Kita bisa pegang, bisa dibawa ke mana-mana, dan yang paling penting menjadi statement art bagi pelukisnya. Dia juga bisa berekspresi sebebas ekspresi si desainernya,” kata Marin yang siap meluncurkan karakter perpaduan antara Mickey Mouse dan Paul Stanley, vokalis band rock Kiss.

Sumber Berita

Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Pondok Si Kecil - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger